
Liputan08.com Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui penghentian penuntutan terhadap tiga perkara pidana melalui mekanisme restorative justice (keadilan restoratif) dalam ekspose virtual yang digelar pada Senin, 17 Februari 2025. Salah satu perkara yang mendapat persetujuan adalah kasus pencurian di Cilegon yang melibatkan tersangka Fahrizal Rohfi Zikari.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum., menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai aspek hukum dan sosial.
“Restorative justice bertujuan untuk menghadirkan keadilan yang lebih humanis, di mana pelaku yang pertama kali melakukan tindak pidana dapat diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri tanpa harus menjalani proses peradilan panjang,” ujar Harli.
Kasus ini bermula pada 30 November 2024, ketika tersangka Fahrizal Rohfi Zikari mendatangi rumah korban Abuzar Al Gifari di Kampung Kubang Gabus, Serang, untuk meminjam uang Rp200.000. Karena korban tidak bisa memberikan pinjaman, tersangka kemudian mencuri sepeda motor Honda Beat yang terparkir di depan kontrakan korban.
Mengetahui kejadian ini, Kejaksaan Negeri Cilegon, yang dipimpin oleh Kajari Diana Wahyu Widiyanti, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum Ronny Bona Tua Hutagalung, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Alwan Rizqi Ramadhan, S.H., menginisiasi proses perdamaian.
“Dalam mediasi, tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban. Korban pun menerima permintaan maaf dengan syarat ganti rugi sebesar Rp9 juta,” kata Kajari Cilegon, Diana Wahyu Widiyanti.
Selain kasus di Cilegon, JAM-Pidum juga menyetujui dua perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif:
1. Kasus pengeroyokan dan penganiayaan yang melibatkan tersangka Dewa Gde Marhadi alias Dewa Kalu dan Pande Putu Suarbawa alias Putu Liong dari Kejari Gianyar.
2. Kasus pencemaran nama baik yang melibatkan tersangka Andi Bachiramsyah alias AM dari Kejari Bintan.
JAM-Pidum menegaskan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan karena beberapa pertimbangan, di antaranya adanya perdamaian antara tersangka dan korban, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, serta ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun.
“Keadilan restoratif memberikan solusi hukum yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, para Kepala Kejaksaan Negeri diminta untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai dengan peraturan yang berlaku,” pungkas Harli Siregar.
Tags: JAM-Pidum Setujui Restorative Justice untuk Tiga Kasus, Termasuk Pencurian di Cilegon
Baca Juga
-
02 Okt 2024
Bawa Timnas Indonesia Tembus Piala Asia U-20, STY Blak-blakan soal Prospek Jens Raven Promosi ke Skuad Senior
-
11 Jun 2025
Kabogor Fest 2025 Resmi Dibuka, Bupati Bogor Festival Rakyat, dari Rakyat, untuk Rakyat!
-
22 Mar 2025
Rudy Susmanto Sampaikan LKPJ 2024: Sinergi Membangun Bogor yang Lebih Maju
-
10 Mar 2025
DEMA FAI UIKA BOGOR GELAR SAFARI RAMADHAN, BENTUK PENGABDIAN MAHASISWA KEPADA MASYARAKAT
-
04 Jun 2025
Pemerintah Gelontorkan Stimulus Rp24,44 Triliun Diskon Transportasi, BSU, dan Bansos Diperluas
-
28 Mar 2025
Herman Indrabudi: Zakat di Masjid An-Naba PWI Kota Bogor Membawa Keberkahan bagi Semua
Rekomendasi lainnya
-
09 Jan 2025
Pemagaran Laut di Tangerang Ancaman Bagi Ekologi dan Kehidupan Masyarakat Pesisir
-
12 Jul 2025
Percepat Penataan, Tohaga Ganti Kepala Pasar Strategis: Fokus Kebersihan dan Kenyamanan
-
29 Nov 2024
Tim Kejaksaan Amankan Buronan Penipuan dan TPPU Rosmala, Eksekusi Segera Dilakukan
-
09 Des 2024
Presiden Prabowo Apresiasi Rakor Pengendalian Inflasi Daerah: Dorong Swasembada Pangan untuk Masa Depan Indonesia
-
14 Feb 2025
Kabupaten Bogor dan Kota Jambi Jalin Kerjasama Strategis, Dorong Pembangunan Berkelanjutan
-
08 Mei 2025
Bupati Bogor Pimpin Panen Raya di Leuwisadeng, Tegaskan Komitmen Jaga Ketahanan Pangan