Breaking News

Jejak Sang Musafir Langit Kisah Heroik H. Jamaludin Menembus Badai Demi Baitullah dari Tanggamus ke Tanah Suci

Liputan08.com – Di balik tenangnya perbukitan dan lautan Cukuh Balak, Tanggamus, Lampung, tersimpan kisah heroik seorang tokoh tasawuf yang menjadi legenda spiritual masyarakat setempat. Namanya Haji Jamaludin — seorang ulama tawadhu yang hidup sekitar tahun 1845, jauh sebelum riuh pembangunan dan kemajuan teknologi menyentuh desa-desa terpencil di Nusantara. Ia bukanlah pemuka agama yang mencari popularitas, tetapi seorang pengembara ruhani yang membaktikan hidupnya demi kedekatan dengan Sang Khalik.

Meski jejak peninggalan fisiknya tidak banyak ditemukan, kisah keteladanan H. Jamaludin hidup dari generasi ke generasi melalui lisan para cucunya, bahkan hingga cicit-cicitnya yang kini tersebar di seantero negeri — dari Sumatera hingga Mesir. Kisahnya menjadi semacam “riwayat emas” dalam lembar sejarah tak tertulis, yang senantiasa menginspirasi dan membakar semangat spiritual anak cucunya.

Salah satu kisah paling dramatis adalah tekadnya untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah. Dalam cerita yang dituturkan Hj. Daud, cucunya yang masih hidup pada tahun 1970, disebutkan bahwa pada era 1800-an, H. Jamaludin telah memiliki keinginan luar biasa kuat untuk memenuhi panggilan suci ke Baitullah. Namun, berbeda dengan masa kini di mana pesawat terbang dan visa elektronik memudahkan perjalanan, H. Jamaludin harus menempuh perjalanan laut yang panjang dan berbahaya, hanya berbekal perahu layar yang biasa digunakan oleh para nelayan lokal.

Perjalanan itu bukan tanpa cobaan. Dihantam badai dan gelombang ganas di lautan, perahunya terdampar di Pelambang, Sumatera Selatan, hingga harus menetap sementara selama empat bulan. Namun, semangatnya tak pernah surut. Ia kembali melanjutkan pelayaran suci, singgah di berbagai negeri Asia dan Afrika, setiap tempat menjadi saksi keteguhan imannya. Jika dihitung total, perjalanannya untuk menunaikan ibadah haji memakan waktu sekitar empat tahun lamanya — sebuah pengorbanan waktu, tenaga, dan nyawa yang tak bisa dibayangkan oleh generasi masa kini.

Dalam jangka waktu tersebut, kabar mengenai dirinya sempat dianggap hilang atau bahkan telah wafat oleh penduduk kampung. Namun, keyakinan keluarga dan semangat spiritual yang ia tinggalkan tak pernah padam. Ia kembali membawa pulang bukan hanya predikat “Haji”, tetapi juga martabat seorang pejuang iman yang telah menembus batas-batas dunia demi memenuhi panggilan Ilahi.

Keteladanan H. Jamaludin tidak berhenti pada kisah perjalanannya saja. Hingga kini, keturunannya tersebar di berbagai pelosok negeri, membawa serta nilai-nilai kerendahan hati (tawadhu’), kekuatan spiritual, dan dedikasi terhadap ibadah yang diwariskan dari sang leluhur. Tak sedikit dari mereka yang menjadi tokoh agama, guru, dan pejuang moral di tengah masyarakat, menjadikan warisan spiritual H. Jamaludin tetap hidup dan berdetak dalam denyut kehidupan umat.

Kisah ini bukan sekadar nostalgia atau romantisme masa lalu, tetapi sebuah pesan kuat tentang arti perjuangan sejati dalam menunaikan kewajiban agama. Di era yang serba mudah dan cepat ini, semangat H. Jamaludin menjadi cermin bahwa keimanan, jika dipadukan dengan tekad dan pengorbanan, mampu menaklukkan badai dan menembus samudera — secara harfiah maupun spiritual.

(Zakar)

Tags:

Baca Juga

Rekomendasi lainnya