Breaking News

JAM-Pidum Setujui 9 Perkara Restorative Justice, Termasuk Kasus Pencurian di Prabumulih

Liputan08.com Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui penghentian penuntutan terhadap sembilan perkara melalui mekanisme keadilan restoratif. Persetujuan ini diberikan dalam ekspose virtual yang digelar pada Selasa, 11 Februari 2025. Salah satu perkara yang disetujui adalah kasus pencurian di Prabumulih yang melibatkan tersangka Aidil Adha alias Uci bin Teno.

Perkara ini berawal dari kejadian pada 9 Juni 2024, ketika Aidil Adha mencuri satu unit handphone Vivo Y21S milik Usni bin M. Juhar. Ponsel tersebut diambil dari dashboard sepeda listrik saat anak korban dan teman-temannya bermain hujan di lapangan voli dekat kantor desa. Setelah mencuri, tersangka menjual handphone tersebut seharga Rp250.000 kepada seorang pria bernama Hatta di Desa Lembak, Kabupaten Muara Enim. Dari hasil penjualan, Rp100.000 digunakan untuk mereset ponsel, sementara sisanya dipakai untuk biaya perjalanan ke Padang.

Tersangka akhirnya kembali ke Prabumulih pada November 2024 dan ditangkap polisi pada 10 Desember 2024 di rumahnya di Dusun 2, Desa Pangkul, Kecamatan Cambai. Korban mengalami kerugian sekitar Rp2.799.000.

Melihat kasus ini, Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih Khristiya Lutfiasandhi bersama Kasi Pidum Mirsyah Rizal dan tim fasilitator jaksa menginisiasi proses restorative justice. Dalam proses mediasi, tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban. Korban pun menerima permintaan maaf tersebut dengan syarat tersangka mengganti kerugian sebesar Rp2.400.000.

Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih kemudian mengajukan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Dr. Yulianto, yang kemudian meneruskan permohonan ke JAM-Pidum. Setelah mempertimbangkan aspek hukum dan sosial, permohonan ini disetujui.

Selain kasus di Prabumulih, JAM-Pidum juga menyetujui delapan perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, antara lain kasus penganiayaan, pencurian, pengeroyokan, dan penggelapan yang melibatkan tersangka dari berbagai daerah, termasuk Ngada, Rote Ndao, Empat Lawang, Grobogan, Samosir, dan Simalungun.

Menurut JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, penghentian penuntutan ini diberikan berdasarkan beberapa pertimbangan, di antaranya:
Adanya proses perdamaian antara tersangka dan korban;
Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana;
Ancaman hukuman kurang dari lima tahun penjara;
Perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa paksaan atau tekanan;
Masyarakat memberikan respons positif terhadap penyelesaian ini.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri diminta untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022,” ujar Asep Nana Mulyana.

Kebijakan restorative justice ini diharapkan menjadi langkah nyata dalam memberikan kepastian hukum yang berkeadilan bagi masyarakat.

Tags: ,

Baca Juga

Rekomendasi lainnya