Breaking News

JAM-Pidum Setujui 12 Kasus Restorative Justice, Salah Satunya Penggelapan di Kalimantan Utara

Liputan08.com Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui 12 perkara untuk diselesaikan melalui mekanisme restorative justice dalam ekspose virtual yang digelar Selasa (18/3/2025). Salah satu perkara yang mendapat penghentian penuntutan adalah kasus penggelapan di Kalimantan Utara yang melibatkan tersangka Thomas Gildus Feka alias Tomi.

Perkara ini bermula saat tersangka yang bekerja di bengkel milik korban Margareta binti Atong, meminjam sepeda motor Honda Revo milik Alpius anak dari Mulung (Alm) dengan alasan mengantar teman. Namun, tersangka justru membawa sepeda motor tersebut ke daerah lain dan tidak mengembalikannya. Akibatnya, korban mengalami kerugian dan melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib.

Setelah melalui proses mediasi yang difasilitasi oleh Kajari Malinau I Wayan Oja Miasta, S.H., M.H., Kasi Pidum Nurhadi, S.H., dan Jaksa Fasilitator Andrew Bresnev Kombong, S.H., tersangka akhirnya mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban. Permohonan penghentian penuntutan kemudian diajukan ke Kajati Kalimantan Utara Amiek Mulandari, S.H., M.H., yang selanjutnya diteruskan ke JAM-Pidum dan akhirnya disetujui.

JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menegaskan bahwa mekanisme restorative justice hanya diberikan setelah memenuhi berbagai syarat, di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun, adanya kesepakatan damai antara korban dan tersangka, serta pertimbangan sosiologis yang menguntungkan bagi masyarakat.

“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020,” jelasnya.

Selain kasus penggelapan ini, 11 perkara lain dari berbagai daerah juga mendapat persetujuan restorative justice, termasuk kasus penganiayaan, pencurian, dan penadahan.

Dengan adanya keputusan ini, Kejaksaan meminta para Kepala Kejaksaan Negeri untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) guna memastikan pelaksanaan keadilan restoratif berjalan sesuai prosedur.

Tags: ,

Baca Juga

Rekomendasi lainnya