Breaking News

JAM-Pidum Setujui 12 Perkara Restorative Justice, Salah Satunya Kasus Pencurian di Jakarta Pusat

Liputan08.com Jakarta – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui penyelesaian 12 perkara pidana melalui mekanisme keadilan restoratif pada Selasa, 4 Maret 2025. Salah satu perkara yang dihentikan adalah kasus pencurian handphone di Jakarta Pusat yang melibatkan tersangka Rizky Mauludin.

JAM-Pidum menyatakan bahwa penyelesaian kasus-kasus ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Kasus Pencurian Handphone di Jakarta Pusat

Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme restorative justice adalah kasus pencurian yang dilakukan oleh Rizky Mauludin, yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Tersangka terbukti mencuri satu unit handphone Samsung A14 milik Nur’aini Sungkar yang tergeletak di bangku depan sebuah warung di Jalan Kramat Pulo Gundul, Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, pada 1 Januari 2025.

Setelah melakukan pencurian, Rizky Mauludin menjual handphone tersebut ke seseorang bernama Gepeng (DPO) seharga Rp400.000 dan menggunakan uang hasil penjualan untuk keperluan pribadi. Akibat kejadian ini, korban mengalami kerugian sebesar Rp2.600.000.

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum Fatah Chotib Uddin, S.H., M.Kn., dan Jaksa Fasilitator Daru Iqbal Mursid, S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui mekanisme keadilan restoratif.

Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui kesalahannya, meminta maaf kepada korban, dan mengganti kerugian sebesar Rp2.500.000. Korban menerima permintaan maaf dan meminta agar proses hukum terhadap tersangka dihentikan.

Setelah kajian oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, permohonan penghentian penuntutan diajukan ke JAM-Pidum dan disetujui dalam ekspose yang digelar pada 4 Maret 2025.

Sebelas Perkara Lain yang Dihentikan

Selain kasus Rizky Mauludin, JAM-Pidum juga menyetujui penghentian penuntutan terhadap 11 perkara lain yang melibatkan tersangka dari berbagai daerah, termasuk:

1. Hendrik Roubert Bolung (Minahasa) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2. Riza Amir Rochman (Palangkaraya) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Romi Suyono (Jakarta Pusat) – Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

4. Ali Imran alias Andi (Bima) – Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

5. Fajar Saptanawang (Jakarta Pusat) – Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.

6. Sainah alias Inaqher (Lombok Timur) – Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

7. H. Sukismoyo, M. Mujmal, dan Gus Darmawan (Lombok Timur) – Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan.

8. M. Mastar dan Sahabuddin (Lombok Timur) – Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan.

9. Jek Kornalis Mulik alias Jero (Rote Ndao) – Pasal 44 Ayat (1) UU Penghapusan KDRT.

10. Hendrikus Lusi Odjan alias Endi (Flores Timur) – Pasal 44 Ayat (1) UU Penghapusan KDRT.

11. Basri Yono bin Ishak (Bintan) – Pasal 44 Ayat (1) UU Penghapusan KDRT.

Alasan Pemberian Restorative Justice

JAM-Pidum menegaskan bahwa penghentian penuntutan ini diberikan dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

Tersangka telah meminta maaf, dan korban memberikan maaf.

Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.

Ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun penjara.

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela.

Masyarakat merespons positif penyelesaian ini.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri diminta untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif guna memberikan kepastian hukum,” ujar JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.

Keputusan ini merupakan bagian dari upaya Kejaksaan dalam mengedepankan keadilan restoratif untuk penyelesaian perkara yang lebih mengedepankan pemulihan bagi korban dan masyarakat.

Tags: ,

Baca Juga

Rekomendasi lainnya