Breaking News

Status Hukum Tak Jelas, Lulusan SPPI Batch 3 Terdampak: Belum Diangkat ASN, DPR Dinilai Abai terhadap Nasib 30 Ribu Orang

liputan08.com Jakarta, 1 September 2025 — Ribuan lulusan program Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) Batch 3 yang telah menyelesaikan pendidikan militer dasar pada Juli 2025 kini menghadapi ketidakpastian serius terkait status kepegawaian mereka. Hingga saat ini, belum ada kejelasan apakah mereka akan diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), atau hanya berstatus tenaga kontrak tanpa jaminan hukum yang pasti.

Padahal, proses seleksi SPPI digelar secara ketat dan menyeluruh di berbagai ibu kota provinsi di Indonesia. Para peserta diwajibkan mengikuti rangkaian tes yang setara dengan seleksi masuk TNI—mulai dari tes kesehatan, psikologi, hingga Pantukhir (pantauan akhir). Bahkan banyak peserta yang harus meninggalkan pekerjaan lama dan merantau jauh dari rumah demi mengikuti pendidikan ini.

Namun, dua bulan setelah dinyatakan lulus dan menyelesaikan pendidikan militer, ribuan peserta SPPI Batch 3 kini merasa “digantung.” Banyak di antara mereka sudah berkeluarga dan kini hidup tanpa kepastian gaji, status hukum, maupun penempatan yang jelas.

“Ini sudah dua bulan sejak kami lulus pendidikan militer,di sebut mendapat pangkat Letnan Dua (Letda) Komcad tapi tidak ada kejelasan. Kami tidak tahu apakah akan jadi ASN, PPPK, atau kontrak. Sementara kami dulu diseleksi seperti masuk TNI, tapi sekarang justru seolah tak dianggap,” Ujar salah satu lulusan SPPI yang enggan disebutkan namanya.

Sudah Ditugaskan, Tapi Status Masih Abu-Abu

Ironisnya, beberapa lulusan SPPI Batch 3 bahkan telah ditempatkan sebagai Kepala Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah. Mereka diberi tanggung jawab menjalankan program prioritas nasional, namun hingga kini tidak memiliki status kepegawaian yang jelas.

Ali Wardana: “Ini Menyangkut Masa Depan 30 Ribu Orang”

Ketua Umum Mahasiswa Peduli Hukum, Ali Wardana, mengecam lambannya pemerintah dalam memberikan kejelasan hukum atas program SPPI. Ia menilai ini sebagai bentuk kelalaian dalam perencanaan kebijakan publik yang menyangkut nasib puluhan ribu warga negara.

“Seharusnya sebelum SPPI dibuka, pemerintah sudah menyiapkan payung hukumnya—seperti halnya STPDN atau sekolah kedinasan lainnya. Di TNI dan Polri, jelas jalurnya setelah lulus akan menjadi apa. Tapi SPPI ini tidak jelas. Ini menyangkut masa depan 30 ribu orang,” tegas Ali dalam wawancara, Senin (1/9/2025).

Ia juga mempertanyakan komitmen dan pemahaman DPR RI terhadap program MBG yang merupakan bagian dari program strategis nasional.

“Kalau anggota DPR saja tidak bisa menjawab status hukum SPPI, apakah itu berarti mereka tidak paham? Ini krisis kepercayaan publik. Kalau seperti ini, jangan-jangan memang mereka tidak pernah mempelajari program ini secara akademis,” tambahnya.

Respons DPR RI Dinilai Mengecewakan

Ketika dimintai konfirmasi, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, yang merupakan mitra kerja program MBG, hanya memberikan jawaban singkat:
“Terima kasih masukannya.” Yahya Zaini, 1 September 2025

Pernyataan ini menuai gelombang kekecewaan dari para lulusan SPPI dan aktivis kebijakan publik.

“Ini jawaban untuk nasib 30 ribu orang? ‘Terima kasih’ saja? Sangat tidak bertanggung jawab,”
tegas Rahmatulloh, Direktur Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik (LPKP).

Badan Gizi Nasional Juga Belum Memberikan Kepastian

Saat dikonfirmasi melalui nomor WhatsApp resmi, pihak Badan Gizi Nasional (BGN) hanya merespons singkat:

“Baik, segera kami akan menghubungi Anda. Mohon menunggu.” — BGN, 19 Agustus 2025

Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tindak lanjut resmi dari BGN maupun dari Kementerian PAN-RB terkait status hukum lulusan SPPI Batch 3.

Desakan Regulasi dan Kepastian Hukum

Kini, para lulusan SPPI Batch 3 bersama sejumlah organisasi mahasiswa dan LSM menuntut pemerintah untuk segera mengeluarkan regulasi atau keputusan resmi terkait status hukum mereka. Tanpa kepastian tersebut, mereka berada dalam posisi rentan secara ekonomi, psikologis, dan sosial.

“Kami siap bekerja untuk negara. Tapi negara juga harus tegas dan adil terhadap kami,”
— ujar salah satu peserta SPPI asal Sumatra.

Situasi ini mencerminkan buruknya perencanaan birokrasi dan lemahnya koordinasi antara kementerian teknis, BGN, serta DPR RI dalam merealisasikan program strategis nasional yang melibatkan puluhan ribu warga negara.

Tags:

Baca Juga

Rekomendasi lainnya