Breaking News

JAM-Pidum Setujui 4 Restorative Justice, Salah Satunya Kasus Pencurian di Lahat

Liputan08.com Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui penyelesaian empat perkara melalui mekanisme keadilan restoratif (Restorative Justice) dalam ekspose virtual pada Rabu, 4 Desember 2024. Salah satu kasus yang diputuskan untuk dihentikan penuntutannya adalah kasus pencurian di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, yang melibatkan tersangka Rizki Adhe Putra bin Febriansyah.

Kepala Kejaksaan Negeri Lahat, Toto Roedianto, S.Sos., S.H., menjelaskan bahwa kasus ini memenuhi kriteria keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020. “Tersangka telah meminta maaf kepada korban, dan korban secara sukarela menerima permintaan maaf serta meminta agar proses hukum dihentikan,” ujar Toto.

Kasus ini bermula pada 3 Agustus 2024, ketika tersangka mengambil sebuah ponsel merek Vivo Y27s milik korban dari etalase konter perbaikan ponsel tanpa izin. Tersangka mengaku menggunakan ponsel tersebut untuk mencari pekerjaan karena ponselnya sendiri sedang diperbaiki. Akibat perbuatannya, korban mengalami kerugian senilai Rp2,7 juta.

Setelah melalui proses mediasi, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah ini tanpa melanjutkan ke pengadilan. Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Dr. Yulianto, S.H., M.H., turut mendukung penghentian penuntutan ini dan mengajukan permohonan ke JAM-Pidum.

Selain kasus ini, JAM-Pidum juga menyetujui tiga perkara lainnya untuk dihentikan penuntutannya melalui mekanisme keadilan restoratif, yaitu:
1 Kasus penipuan dan penggelapan di Kabupaten Pekalongan.
2.Kasus penipuan dan penggelapan di Kabupaten Tegal.
3.Kasus pencurian di Sragen.

Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menegaskan pentingnya prinsip keadilan restoratif. “Langkah ini bertujuan memberikan kepastian hukum sekaligus mendorong solusi yang lebih bermanfaat bagi korban, tersangka, dan masyarakat secara keseluruhan,” ujarnya.

Proses ini mendapat respon positif dari masyarakat karena dinilai lebih humanis dan mampu menyelesaikan perkara secara damai tanpa harus melalui proses pengadilan yang panjang. Para Kepala Kejaksaan Negeri yang terkait diminta segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.

β€œIni adalah langkah konkret dalam mewujudkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat,” pungkas Dr. Asep Nana Mulyana.

Jakarta, 5 Desember 2024

Tags: ,

Baca Juga

Rekomendasi lainnya