Breaking News

JAM-Pidum Setujui 3 Restorative Justice, Salah Satunya Kasus Pencurian di OKU Selatan

Liputan08.com Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui penghentian penuntutan terhadap tiga perkara melalui mekanisme restorative justice (keadilan restoratif). Salah satu kasus yang disetujui adalah perkara pencurian yang melibatkan tersangka Derajat Santoso bin Rejop dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan).

Keputusan ini diambil dalam ekspose virtual yang digelar pada Senin, 10 Maret 2025, setelah Kepala Kejaksaan Negeri OKU Selatan, Beni Putra, S.H., M.H., mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Dr. Yulianto, S.H., M.H.

Kasus ini bermula pada Rabu, 27 Desember 2024, sekitar pukul 11.30 WIB di rumah saksi korban H. Munir Huda di Desa Simpang Agung, Kecamatan Simpang, Kabupaten OKU Selatan. Tersangka Derajat Santoso mendapatkan informasi bahwa rumah korban kerap kosong saat waktu salat Jumat.

Dengan niat mencuri, tersangka mendatangi rumah korban menggunakan sepeda motor dan masuk melalui pintu belakang yang tidak terkunci. Di dalam rumah, ia mengambil satu unit handphone Realme Note 60 warna biru, tiga bungkus rokok RC, dan uang tunai Rp25.000 dari dalam dompet korban. Setelah itu, tersangka melarikan diri.

Kepala Kejaksaan Negeri OKU Selatan, bersama Kasi Pidum Muhammad Ariansyah Putra, S.H., M.H., serta Jaksa Fasilitator, menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui restorative justice.

“Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Korban dengan ikhlas memaafkan tersangka dan meminta agar proses hukum dihentikan tanpa syarat,” ungkap Kepala Kejari OKU Selatan, Beni Putra.

Setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk perdamaian antara tersangka dan korban, JAM-Pidum menyetujui penghentian penuntutan terhadap kasus ini.

Selain kasus pencurian di OKU Selatan, dua perkara lain yang mendapat persetujuan penghentian penuntutan berbasis restorative justice adalah: 1. Aris Setiawan alias Kilang bin Tatang dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan. 2. Marzuki Sahar dari Kejaksaan Negeri Flores Timur, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

JAM-Pidum menegaskan bahwa penghentian penuntutan dalam tiga kasus ini dilakukan setelah mempertimbangkan sejumlah faktor, antara lain: Tersangka telah meminta maaf, dan korban sudah memberikan maaf.
Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Ancaman pidana dalam kasus-kasus ini tidak lebih dari lima tahun penjara.
Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan atau intimidasi.
Tidak ada manfaat lebih besar jika perkara ini dilanjutkan ke persidangan.
Pertimbangan sosiologis dan respons positif dari masyarakat.

JAM-Pidum meminta seluruh Kepala Kejaksaan Negeri terkait untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan restorative justice, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022.

“Keputusan ini merupakan bentuk kepastian hukum dan upaya menghadirkan keadilan yang lebih bermakna bagi masyarakat,” tegas Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.

(Zakar)

Tags: ,

Baca Juga

Rekomendasi lainnya