
Liputan08.com – Dalam beberapa waktu terakhir, mencuat usulan dari sejumlah anggota Forum Purnawirawan TNI untuk memberhentikan Wakil Presiden Republik Indonesia. Usulan ini diberitakan oleh berbagai media nasional, dan menarik perhatian publik karena berkaitan langsung dengan mekanisme ketatanegaraan yang diatur dalam konstitusi. Secara kronologis, usulan tersebut bermula dari pandangan sejumlah tokoh purnawirawan yang menilai bahwa Wakil Presiden dinilai tidak lagi memenuhi ekspektasi dalam mendukung jalannya pemerintahan. Mereka mendorong adanya langkah hukum dan konstitusional untuk memberhentikan Wakil Presiden melalui mekanisme resmi yang tersedia di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Wakil Presiden memiliki kedudukan penting sebagai pendamping Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun, sebagaimana pejabat negara lainnya, Wakil Presiden juga dapat diberhentikan dari jabatannya dalam kondisi tertentu. Proses pemberhentian Wakil Presiden telah diatur secara rinci dalam UUD 1945, yang menjamin bahwa tindakan ini hanya dapat dilakukan melalui mekanisme ketat untuk menjaga stabilitas pemerintahan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Dasar Hukum Pemberhentian Wakil Presiden
Pemberhentian Wakil Presiden diatur dalam:
Pasal 7A UUD 1945
Pasal 7B UUD 1945
Pasal 7A UUD 1945 menyatakan:
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
Pasal 7B UUD 1945 mengatur mekanisme lebih rinci tentang prosedur pemberhentian tersebut, yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Tahapan Lengkap Pemberhentian Wakil Presiden Menurut UUD 1945
1. Usul Pemberhentian oleh DPR
DPR memiliki hak untuk mengusulkan pemberhentian Wakil Presiden. Usul ini harus didukung oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang, dengan kehadiran sekurang-kurangnya dua pertiga dari seluruh anggota DPR.
Ini menunjukkan bahwa prosedurnya sangat ketat dan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
2. Pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi
Setelah usul diterima, Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Wakil Presiden. MK menilai apakah Wakil Presiden benar-benar telah melakukan pelanggaran sebagaimana disebut dalam Pasal 7A UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi harus memberikan putusan dalam jangka waktu maksimal 90 hari sejak permintaan DPR diterima.
3. Keputusan di Majelis Permusyawaratan Rakyat
Jika Mahkamah Konstitusi menyatakan Wakil Presiden bersalah, usul pemberhentian kemudian dibawa ke Majelis Permusyawaratan Rakyat.
MPR menggelar sidang untuk memutuskan pemberhentian, yang harus disetujui oleh sekurang-kurangnya dua pertiga anggota yang hadir, dalam sidang yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari seluruh anggota MPR.
Ringkasan Alur Prosedur Pemberhentian Wakil Presiden
1. DPR mengusulkan pemberhentian dengan dukungan dua pertiga suara anggota yang hadir.
2. Mahkamah Konstitusi memeriksa dan memutuskan apakah Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran
3. Jika MK menyatakan terbukti, MPR mengadakan sidang dan mengambil keputusan dengan dukungan dua pertiga suara anggota yang hadir.
Wakil Presiden dapat diberhentikan apabila terbukti:
Melakukan pengkhianatan terhadap negara.
Melakukan korupsi, penyuapan, atau tindak pidana berat lainnya.
Melakukan perbuatan tercela.
Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wakil Presiden, seperti kehilangan kewarganegaraan Indonesia atau melakukan pelanggaran berat lainnya.
Proses pemberhentian Wakil Presiden di Indonesia merupakan mekanisme yang sangat ketat, berlapis, dan mengedepankan prinsip checks and balances. Keterlibatan tiga lembaga tinggi negara—DPR, Mahkamah Konstitusi, dan MPR—menunjukkan betapa berharganya posisi Wakil Presiden dalam menjaga stabilitas pemerintahan. Setiap tahapannya memerlukan dukungan mayoritas besar, sehingga memastikan bahwa keputusan pemberhentian dibuat secara adil, konstitusional, dan akuntabel, serta mencegah terjadinya penyalahgunaan prosedur demi kepentingan politik sesaat.(Zak)
Tags: Wakil Presiden Bisa Diberhentikan?
Baca Juga
-
17 Des 2024
Jaksa Agung dan SIG Teken Kerja Sama untuk Dukung Infrastruktur Nasional
-
21 Jan 2025
Razia Rutin di Rutan Rengat: Upaya Tegas Berantas Narkoba dan Barang Terlarang
-
14 Jun 2025
Helaran Budaya HJB ke-543 Jadi Simbol Kebangkitan Budaya dan Ekonomi Kabupaten Bogor
-
13 Mar 2025
Pemerintah Pusat Hentikan Proyek Sumarecon Bogor: Dugaan Pelanggaran Lingkungan Dinilai Serius
-
16 Jan 2025
Kapolda Jateng Resmikan 11 Fasilitas Baru Tingkatkan Pelayanan Publik Polri
-
22 Des 2024
Sekda Bogor Lantik Pengurus GOW 2024-2029, Dorong Kontribusi Perempuan untuk Kemajuan Daerah
Rekomendasi lainnya
-
21 Mar 2025
Rumah Tahfidz Roudhotul Qur’an Gelar Santunan Yatim dan Dhuafa serta Buka Bersama dalam Agenda Sabuk 2025
-
17 Jun 2025
Koruptor Biadab! Kejagung Periksa Tiga Saksi Kasus Korupsi Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek
-
02 Des 2024
Forum Kehumasan Diskominfo Bogor Bahas Strategi di Era Kecerdasan Buatan
-
24 Okt 2024
Haul Akbar di Pondok Pesantren Kananga Menes Banten Memperingati Guru Besar dan Reuni Alumni
-
07 Des 2024
TNI Manunggal Membangun Desa 2024: Sentuh 175 Wilayah, Bukti Sinergi Percepat Pembangunan
-
06 Feb 2025
Satgas SIRI Kejaksaan Agung Tangkap DPO Elly Gwandi di Bogor